Kajian Arbain 5 : Bid’ah
عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ. [رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
Dari Ummul Mu’minin; Ummu Abdillah; Aisyah radhiallahuanha dia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya ), maka dia tertolak. (Riwayat Bukhori dan Muslim), dalam riwayat Muslim disebutkan: siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan urusan (agama) kami, maka dia tertolak).
Hadits di atas cukup ringkas, tetapi pembahasannya cukup panjang.
Ialah tentang mengada-adakan sesuatu tanpa dasar. Atau dengan bahasa yang lain adalah tentang bidah.
Hadits diatas (juga hadits lain yang lebih terkenal: “Setiap bidah adalah sesat.”), jelas mengharamkan perbuatan bidah.
Bidah adalah sesuatu yang diada-adakan. Atau sesuatu yang dimulakan.
Badius samawati wal ardh. (Allah) menciptakan langit dan bumi
Budiyal Islamul ghariiba, fa thuuba lil ghurabaa. Islam muncul dalam keadaaan asing, maka beruntunglah orang-orang asing.
Madrasah Ibtidaiyah, Sekolah Dasar.
Ibda’ binafsika, mulailah dari dirimu sendiri.
Itu adalah pengertian tentang pengertian bid’ah secara bahasa
Berikut adalah definisi bidah dalam kitab Al Ithisam Imam Syatibi
“Bid’ah adalah sebuah istilah tentang tata cara dalam agama yang sengaja dibuat dan menyerupai syariat, dengan tujuan mengekspresikannya dalam bentuk tingkah laku (perbuatan) yang bersandar padanya secara berlebihan, terutama dalam beribadah kepada Allah.”
Menurut pengertian ini maka tidak semua hal-hal baru masuk dalam ketegori bidah
Misalkan penentuan harakat dalam mushaf. Penetuan harakat dan titik dalam mushaf baru ada pada zaman kurang lebih 100 Hijri. Jelas tidak ada contoh dari Rasul, tapi hal ini, menurut pengertian Imam Syatibi tidak termasuk bid’ah.
Ketahuilah bahwa perbuatan bid’ah adalah tercela.
Ada kaidah umum dalam agama ini, bahwa
Setiap Ibadah adalah haram, sampai ada petunjuk dari Syariat. Dan segala sesuatu adalah boleh sampai ada yang mengharamkannya.
Maka jelas kita tidak dibenarkan melaksanakan suatu ibadah, sampai kita tahu ada dalil syariat yang mendasarinya.
Syariat itu bisa berdasarkan Al Quran bisa juga berdasarkan Hadits dari Nabi. Sedangkan apabila bukan dari keduanya, kita harus tahu rujukan yang digunakan yang berkait kepada Kitab Allah atau Sunnah Nabi.
Mengapa bid’ah tercela?
Karena seperti yang telah disinggung sebelumnya, niat baik saja tidak cukup. Caranya juga penting.
Begitu juga dalam bid’ah. Umumnya niat bid’ah adalah baik. Tetapi sebaik apapun niat pelaku bid’ah, kemungkinan sadar atau tidak sadar ia telah berpendapat bahwa agama ini belum sempurna.
Padahal Allah telah berfirman bahwa agama ini telah sempurna. Lalu apakah ia menganggap agama ini belum sempurna sehingga ia mengada-adakan sesuatu?
Atau ia menganggap bahwa kanjeng Nabi telah menyembunyikan sebagian risalah yang harus disampaikan. Betapa kurang ajarnya apabila ia menganggap kanjeng nabi demikian.
Atau ia menganggap para salafus shaleh adalah barisan orang-orang bodoh, padahal para salafush shaleh hanya bertindak sesuai Quran dan Sunnah.
Akibat lain dari bid’ah adalah munculnya fitnah dalam agama.
Firman Allah
Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah terserah kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat. Qs 6;135
Yang dimaksud dengan orang-orang yang memecah belah agama-Nya adalah ahli bid’ah.
Karenanya Imam Hasan Al Bana dalam 20 prinsip menyebutkan
Setiap bid’ah dalam agama Allah yang tidak ada pijakannya tetapi dianggap baik oleh hawa nafsu manusia, baik berupa penambahan maupun pengurangan, adalah kesesatan yang wajib diperangi dan dihancurkan dengan menggunakan cara yang sebaik-baiknya, yang tidak justru menimbulkan bid’ah lain yang lebih parah.
Secara garis besar Bid’ah Dhalalah terdiri atas beberapa jenis.
Yang pertama adalah Bid’ah Haqiqiyah. Ini adalah bid’ah sebid’ah-bid’ahnya. Ilah semua hal yang baru dalam agama, terutama dalam hal aqidah seperti Aqidah Rafidhah, Itsna Asyariyaah, Jahmiyah, Mu’tazilah maupun Khawarij. Termasuk dalam bidah ini adalah paham Ahmadiyah dan Konsep Abrahamic Faith yang menyatakan semua agama adalah sama.
Selanjutnya adalah Bid’ah Idhafiyah. Bid’ah Idhafiyah ialah suatu hal yang akarnya disyariatkan, akan tetapi kaifiatnya menyalahi Sunnah. Contohnya adalah perayaan tasyakur hari lahir. Tidak ada yang salah dalam bersyukur, akan tetapi berdoa didepan tepung terigu dan api adalah penyerupaan ibadah kaum musyrik Makkah dan majusi Persia.
Bid’ah Tarkiyah merupakan bidah berikutnya. Bidah ini adalah mengharamkan apa yang dihalalkan Allah dengan maksud mendekatkan diri kepada Allah. Contohnya adalah seperti para rahib yang tidak menikah seperti firman Allah dalam Al Quran Surat Al Hadid 27
“Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang fasik.”
Rasul Allah sendiri melarang sikap berlebihan dalam beragama.
Pada suatu hari ada tiga pemuda yang terkagum-kagum kepada keunggulan ibadahnya Kanjeng Nabi. Maka merekapun meminta izin. Ada yang berkeinginan untuk berpuasa setiap hari. Ada juga yang berkeinginan untuk beribadah sepanjang malam tanpa tidur dari Isya sampai Subuh. Bahkan ada juga yang berniat untuk membujang seumur hidup.
Namun bukan izin dan apresiasi yang mereka peroleh, melainkan teguran dari Rasul Allah.
Sabda Kanjeng Nabi: “Aku adalah insan yang paling bertaqwa. Aku berpuasa, tetapi berbuka juga. Aku shalat malam, akan tetapi tertidur juga. Dan aku juga menikah dengan wanita. Nikah itu sunnahku. Barang siapa yang membenci sunnahku, maka ia bukanlah golonganku.”
Selanjutanya adalah Bid’ah Iltizamiyyah. Ialah mengikatkan diri kepada ibadah muthlaq yang sesungguhnya tidak terikat oleh suatu waktu tertentu. Namun kemudian ditetapkanlah waktu, tempat, bilangan, kaifiyat dan maksud tujuan tanpa didasari dalil yang shahih. Kemudian pelaku berketetapan untuk mengamalkan sesuai dengan tuntutan itu.
Contohnya adalah ibadah-ibadah yang sering dikaitkan dengan moment-moment tertentu seperti amalan pada hari rabu menjelang selesainya bulan shafar.
Masih banyak contoh perbuatan-perbuatan bid’ah yang bisa dicatatkan. Akan tetapi yang paling penting bagi kita adalah beribadahlah dengan apa yang telah diperintahkan.
Mantap bang, jadi makin mengerti apa itu bid’ah.
Terima kasih ulasannya mas..
Penomena sekarang orang suka meng ada adakan hal yang kafang dalam islam gak ada dan ga dibahas. Entah pertanda apa
Isu bid’ah ini yang terkadang bias. Saling tuduh salin serang dengan menggunakan dalil. Sedihnya menegur tidak menggunakan akhlak yang baik sehingga tersampaikannya dengan tidak mengenakkan membuat yang dituduh menjadi murka.
Terima kasih penjelasannya tentang bidah mas, jadi paham